Kepada
segala kehidupan ini aku berseru….
Kepada
DIAlah aku mengadu….
Kepada
cintamu aku berlalu…
Dan
kepada pena ini aku beri tahu….
Sebuah
Pengharapan Cinta dan Surat Penghabisanku….
Padamu….
Kuhaturkan kalimat-kalimat yang ku rangkai di atas pembaringan….
Pembaringan yang menjadi saksi kematianku….
Kematian
yang menuju ke abadian….
Kutuliskan
surat ini di penghujung umurku, kala malam itu, ditemani sang Rembulan dan
malaikat maut yang menantiku di ujung malam. Bacalah dengan sabar. Aku
menantimu.. Aku sangat berharap dapat mengatakan kata ini langsung kepadamu.
Tapi aku malu. Aku malu padamu. Aku ingin kau tahu, bahwa aku seorang wanita.
Manusia yang pada hakikatnya mempunyai rasa malu yang berlebihan. Manusia yang
bisa saja malu pada apa yang dia ucapkan. Pendusta, bahkan pembunuh terkeji pun
mempunyai rasa malu..
Tapi ingat ! AKU BUKANLAH SEORANG PENDUSTA ATAUPUN
PEMBUNUH..!!
Aku
hanyalah seorang wanita pemalu. Manusia yang tak pernah sanggup melihatmu.
Mengangkat kepalaku dihadapanmu. Menatapmu. Aku tak sanggup. Karena aku
hanyalah wanita pemalu, yang dengan sadar menuangkan selusin kalimat diatas kertas.
Tapi aku bukan pendusta. Aku sungguh tak berdusta padamu. Dulu aku adalah
seorang gadis ceria. Tak kubedakan mana perempuan dan laki-laki, semua sama.
Dulu aku adalah gadis kecil berkepang dua yang senang sekali dengan boneka.
Dulu aku adalah gadis kecil yang ingin sesuatu dan orang tua menurutinya. Namun
terkadang mereka lupa atau entah sengaja melupa, dengan semua janji-janji.
Janji yang pernah mereka ucapkan di atas awan. Di atas awan kedamaian. Janji
yang dulunya magis. Membuatku jatuh dalam kesetiaan. Satu persatu,
perlahan….janji-janji itu pudar. Hilang bersama angin yang membawaku terbang ke
dunia parodi.
Namun ini bukan lelucon..!!
Inilah
hidupku. Satu persatu mereka hilang. Terpisah, terpecah, namun janji kesetiaan
masih ada dalam ingatanku.. Kembali padamu. Aku sungguh tak menyadari bahwa aku
begitu mengagumimu. Yang ku tahu, semenjak aku mengenalmu 3 tahun yang lalu,
aku merasa malu. Rasa itu diam-diam menjalar melalui setiap aliran darah yang
merambat ke celah-celah hati. Bahkan sangat kurasa getarannya. Terkadang, aku
dibakar rasa cemburu pada gadis-gadis lain. Mereka mendengar dan mendendangkan
kata-kata cinta dan aku terus berharap agar aku bisa mengatakannya padamu. Tapi
aku malu.
Sekali
lagi, AKU MALU!. Dan rasa itu terus menjalar. Sekarang aku takut. Karena itu
aku tak pernah mengatakannya. Rasanya aku tak sanggup bertemu denganmu lagi.
Karena aku malu, juga takut. Aku takut akan selalu mengingatmu. Dan pada
akhirnya, kutaruh harapan besar padamu. Dan bila aku berhadapan denganmu, dengan
orang-orang yang kucintai, jiwaku akan semakin terguncang dan pasrah. Aku ingin
membahagiakanmu. Tapi aku tak tau caranya. Pada suatu hari aku melihatmu. Aku
merasa bahwa kau ingin sekali mengatakan kata-kata indah padaku. Aku rasa kau
ingin mengatakan apa yang selama ini aku rasakan padamu. Namun aku juga
berharap pada Sang Pemberi Cinta agar kata-kata itu tak keluar dari mulutmu.
Aku ingin kau menuliskannya dalam bahasa rahasia, dalam bahasa lain, walaupun
semua bahasa-bahasa yang kau tuliskan tidak bisa aku terima dengan hati yang
luar biasa.
Aku
pernah bermimpi, suatu hari kita di taman, sama-sama belajar banyak tentang
hidup. Tertawa dan berbincang-bincang panjang lebar, namun tanpa makna sama
sekali. Tak ada arti, bahkan warna. Begitupun tak ada rasa yang menjalar
dihati. Namun sesungguhnya kita bukan sedang berbincang-bincang. Kita tidak
berbicara, tidak belajar bersama-sama tentang hidup. Juga, tidak tertawa. Kita
hanyalah orang bodoh. Orang yang tak tau harus berbuat apa, selain
berbincang-bincang tanpa makna, nilai dan warna dalam sejarah mimpi. Kita hanya
diam. Bicara dari hati ke hati. Dan yang bicara waktu itu adalah kota Paris.
Bukan kita!! Aku tersadar. Mimpi…Ya, hanya mimpi. Terkadang aku menyesal,
kenapa mimpi itu tak nyata? Tak ada makna? Mimpi itu hanyalah goresan-goresan
kaca yang menelusup ke dalam jiwa. Hanya segores mimpi penebar luka. Aku lelah
dengan kepura-puraan hidupku. Aku lelah mendengar nyanyian burung-burung yang
sangat merdu, namun begitu menyayat hati. Aku lelah… menahan semua ini.
Aku
lelah melihat diriku yang tak pernah sanggup mengikuti kemana arah hatiku
pergi. Aku ingin lepas dari belenggu yang mengikatku. Sehingga aku dapat
terbang bebas mengitari samudra dan tentunya ber-reinkarnasi menjadi apa yang
aku inginkan. Bila saja itu memang terjadi, aku ingin menjadi sesuatu yang
berharga bagi hidupmu. Bagi setiap desah nafasmu. Aku ingin menjadi jantungmu.
Ya, jantung yang setiap detik, menit, jam, hari, dan setiap saat yang akan
selalu berdetak dalam tubuhmu. Dan bila aku mati, kau juga akan mati. Kita
berdua sama-sama mati…hahaha!. Dan ingatlah!!! Aku benar-benar akan mati dalam
waktu dekat ini. Dan bila aku mati, aku pasti tak akan berdusta lagi. Tak akan
mengikat suaraku. Apa gunanya aku berdusta?? Toh, aku sudah menuju dunia lain.